TEMPO.CO, Jakarta - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi membuat resah orang tua dan murid. Bahkan Dosen Universitas Gadjah Mada secara terbuka menyebut metode zonasi adalah metode salah urus yang menjungkir-balikkan proses persaingan terbuka dan merampas kebebasan anak untuk memilih sekolah sesuai cita-citanya.
Baca: Dosen UGM Kritik Sistem Zonasi PPDB, Ini Suratnya ke Jokowi
"Yang terjadi, hanya gara-gara rumahnya dekat dengan sekolah negeri favorit, dengan nilai UN (ujian nasional) super jelek, bisa diterima. Sedang calon murid yang nilai UN-nya super tinggi, karena rumahnya jauh dari sekolah, tidak bisa diterima," kata Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Bagas Pujilaksono Widyakanigara dalam surat terbukanya, Selasa, 18 Juni 2019.
Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Manajemen, Hamid Muhammad, mengatakan bahwa mindset sekolah favorit belum hilang. Sistem zonasi, kata dia, justru bertujuan untuk memunculkan sekolah favorit baru di setiap zonasi. "Kalau yang dikejar sekolah favorit itu-itu saja, pemerataan sekolah kita enggak akan berkembang," kata Hamid kepada Tempo, Rabu, 19 Juni 2019.
Simak: Pro dan Kontra seputar PPDB 2019, Akademisi: Masalah Pemerataan
Baca Juga:
Hamid mengatakan, pemerintah tidak ingin sekolah yang dianggap bagus dan favorit hanya menerima anak-anak dari kelas tertentu. Pasalnya, konsep sekolah umum itu tidak boleh diskriminatif, harus adil, dan bisa menerima semua siswa dari latar belakang apa pun. "Kita ingin mengekspansi kualitas pendidikan tidak hanya di sekolah favorit, tapi diekspansi ke sekolah lain harus ditumbuhkan sekolah bagus," katanya.
PPDB dengan sistem zonasi telah berjalan sejak 2017. Salah satu persoalan yang dihadapi ialah banyaknya orang tua yang ngotot mendaftarkan anaknya di sekolah tertentu di luar zona. Terhadap permasalahan ini, Hamid menyarankan agar sekolah yang dituju menjelaskan kepada orang tua tentang kebijakan PPDB saat ini.
Baca juga: Sistem Zonasi PPDB Dikritik, Ini Kata Mendikbud
PPDB memiliki tiga jalur, yaitu jalur zonasi dengan kuota 90 persen, jalur prestasi 5 persen, dan jalur perpindahan orang tua 5 persen. Nilai ujian nasional tidak dijadikan syarat seleksi jalur zonasi dan perpindahan orang tua. Jika masih ada slot lewat jalur prestasi maupun mutasi (perpindahan orang tua), siswa tersebut dimungkinkan masuk sekolah di luar zonasinya. "Tapi kalau tidak mungkin, ya sudah harus memilih sekolah-sekolah di zonanya. Itu yang sekarang kita dorong."